“Iman itu
naik turun, maka perbaharuilah iman kalian dengan laa ilaha illallah.”
Aisyah
terbangun di tengah malam dengan wajah kebingungan. Keringatnya masih menetes
dari pelipis hingga leher. Matanya mencari-cari ponsel untuk melihat jam. “Baru
jam 2.” Gumamnya. Benar saja Aisyah terkaget, waktu masih menunjukkan pukul dua
dini hari. Aisyah mencoba melanjutkan tidurnya tanpa menyempatkan beranjak dari
kasur sedikitpun.
Sering
terbesit di benak suatu pertanyaan yang dialami semua orang. Terkadang rajin
beramal, dan suatu saat menurun. Terkadang semangat ingin mendekatkan diri
kepada Allah, lalu turun kembali. Kenapa seperti itu?
“Bu, Aisyah
ke kampus dulu nah.
Assalamu’alaikum.” Ucap Aisyah sembari mencium tangan Ibunya, Aminah.
“Iye’ hati-hatiki nak. Wa’alaikumussalam.”
“Akhir-akhir
ini Aisyah sering sekali bangun kesiangan. Jarang sekali mi kudengar tilawah lagi. Ada apa sama itu anak?” gumam Aminah yang
memperhatikan Aisyah keluar dari rumah.
Tak bisa
dipungkiri jika keimanan turun tanpa tahu sebabnya, bahkan terlena dengan dunia
hingga kita lupa bahwa iman kita sangat turun. Akan celaka jika kita tidak
menyadari atau bahkan tidak ada yang mengingatkan. Itulah mengapa Rasulullah
SAW menyuruh umatnya untuk mencari teman yang baik-baik, selalu mengingatkan
kepada yang baik-baik.
Aisyah
adalah mahasiswi jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam semester lima di
Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar. Ia dikenal sebagai gadis ceria,
banyak teman, mudah bergaul, aktif, dan agamis. Di kelasnya, Aisyah adalah
mahasiswi yang telah mengajak kawan-kawan perempuannya berhijrah. Mengajak untuk aktif di majelis-majelis ilmu, datang ke
tempat pengajian, dan sebagainya.
Semenjak
aktivitasnya mulai padat, kegemaran Aisyah mendatangi tempat-tempat yang
berisikan keagamaan mulai ia tinggalkan. Aisyah berpikir bahwa ia masih bisa
hadir di pertemuan selanjutnya.
“Pekan
depan pi deh. sekarang banyak sekali
tugas kuliahku, belum lagi tugas organisai.” Gumam Aisyah saat ia melewati
sebuah mading yang salah satu pamfletnya berisi ajakan untuk hadir di majelis
muslimah pekanan, yang di adakan tiap pekan di fakultasnya.
Mengulur-ulur
waktu merupakan hal yang kini menjadi kebiasaan Aisyah. Ia selalu yakin bahwa
esok ia masih hidup. Padahal, Aisyah adalah tipe orang yang selalu mengingat
kematian.
“Aisyah,
kenapa ki tidak ikut taklim kemarin
sore di masjid?” tanya Fiqa, salah seorang kawan organisasi keislaman di
kampus.
“Oh, anu. Banyak sekali pekerjaanku kodong. Belum lagi tugas kuliah yang menumpuk,
amanah dari organisasi juga. InsyaAllah pekan depan saya datang nah.” Jawab Aisyah.
“Astaghfirullah
Ukh, taklim tidak lama ji. Cuma dua
jam setelah itu selesai. Kan banyak ji waktu lowongta’. Ngomong-ngomong, kenapa sekarang jarang sekali muncul di kajian-kajian
keislaman?” tanya Fiqa lagi, berusaha mencari tahu alasan-alasan Aisyah tak
dapat hadir.
“Hmm,
sebenarnya saya juga bingung kenapa bisa seperti ini. rasanya dunia sudah
memalingkan saya dari akhirat. Kadang saya rindu berada di halaqah kita, rindu mengaji sama-sama, rindu dengar ceramah, rindu
semua yang berhubungan dengan aktivitas keagamaanku dulu.
Tapi saya
sendiri tidak tahu harus bagaimana. Karena saya tidak berani menceritakan ini
ke siapapun termasuk orang tuaku. Selama beberapa waktu terakhir, rongga dada
saya sesak, gelisah ndak karuan,
jarang tilawah, shalat malas-malasan. Mauka
nangis, tapi susah juga,” Aisyah tiba-tiba terdiam dan menitikkan air matanya.
“Kadang mau
sekali untuk kembali, tapi rasa malas seperti menarik-narik saya terus. Tiap
kali mau coba kembali, mala situ datang lagi, dan lebih kuat dari diriku.”
Lanjutnya.
Fiqa yang
memperhatikan Aisyah segera memeluknya, “La
tahzan Ukhty, Innallah ma’ana.”
“Iman
memang naik turun. Semua manusia seperti itu, bahkan saya sangat sering
merasakannya. Tapi, Allah masih beri ki kesempatan
untuk menaikkan iman. Buktinya sampai detik ini Aisyah masih bisa menangis.
Bangunlah, ingat lagi tujuan awalnya Aisyah bermuhasabah,” Fiqa tersenyum simpul pada Aisyah,
“Ingat,
Aisyah punya Ibu Bapak, buat mereka bangga, beri mereka hadiah Surga dengan
menjadi anak yang shalehah. Aisyah juga akan jadi seorang isterii dan Ibu.
Anak-anaknya Aisyah berhak mendapatkan Ibu yang cerdas ilmu akhirat dan ilmu
dunia.
Di saat
Aisyah mulai malas, ingat itu. Kita hidup tidak lama lagi. Allah bisa saja
memerintahkan malaikat-Nya untuk mencabut nyawa kita besok, sejam kemudian,
atau setelah Fiqa berbicara. Jadi, Aisyah yang tenang ya. Ayo kembali ke jalan
yang benar, utamakan Allah. Aisyah pernah bilang kan, Allah dulu, Allah lagi,
Allah terus. Hamasah Ukhty.” Jelas
Fiqa, lalu ia merangkul Aisyah dan mengajaknya pulang bersama.
Setelah
pertemuannya dengan Fiqa waktu itu, Aisyah mulai aktif lagi dengan
aktivitas-aktivitas yang sempat ia tinggalkan. Urusan dunia sudah menjadi nomer
dua baginya, sekarang yang terpenting adalah, bagaimana cara agar Allah
meridhai segala langkah kita.
***
Karya : Mardatillah
Komunikasi dan Penyiaran Islam
Angkatan 2014
Post a Comment